Crito Mustakim Versi Eri Pras dan Dalamnya Makna yang Terkandung

Crito Mustakim versi Eripras memiliki makna yang dalam. Berikut adalah analisis mendalam tentang lirik lagu Crito Mustakim atau Crito Mustahil berdasarkan teks yang Anda berikan. Lirik ini penuh emosi dan mengandung pesan tentang cinta, kehilangan, dan penerimaan, yang selaras dengan konsep hidup dalam budaya Jawa.
1. Perjuangan Cinta dan Luka Hati
"Aku wis tau, ngrasakne jerune kedanan, ngrasakne bundhase kelaran."
Pembuka lagu ini menekankan pengalaman batin yang dalam: mencintai sepenuh hati hingga merasakan luka yang tajam. Istilah kedanan (terlalu cinta hingga tergila-gila) dan kelaran (terluka) menggambarkan betapa mendalamnya perasaan si tokoh lirik. Ini mencerminkan perasaan cinta yang berlebihan—sebuah fenomena psikologis di mana seseorang terjebak dalam cinta yang obsesif, tetapi juga menyakitkan. Dalam budaya Jawa, ada nilai bahwa cinta harus dijalani dengan keselarasan, bukan kedalaman emosional yang menyiksa.
2. Ikhlas dan Filosofi Nrimo (Menerima dengan Legawa)
"Aku ngiyani, omongmu sing kesel njalani."
Tokoh lirik menunjukkan sikap ikhlas ketika orang yang ia cintai memutuskan untuk berhenti menjalani hubungan. Kata ngiyani (mengiyakan) dan kelangan (kehilangan) mengekspresikan penerimaan dan kerelaan melepas, yang sejalan dengan filosofi nrimo ing pandum dalam budaya Jawa: menerima nasib dan keadaan dengan lapang dada, meskipun hati tersakiti.
3. Harapan Tersirat di Tengah Kehilangan
"Mung pengin ngandhani, sadar, aku du seleramu saiki."
Pengakuan ini menggambarkan bahwa tokoh menyadari bahwa dirinya tidak lagi menjadi pilihan atau preferensi pasangannya. Kalimat ini bisa dibaca sebagai cermin dari kesadaran diri dan rendah hati. Meski demikian, ia masih menyimpan sedikit harapan dengan mengatakan:
"Ati-ati, yen kangen, kabari."
Ini bukan bentuk keterpaksaan, tetapi lebih kepada sebuah harapan sederhana bahwa ia ingin tetap terhubung, meskipun sudah berjarak. Ini mengekspresikan cinta yang tulus: cinta yang tidak memaksa tetapi masih peduli.
4. Crito Mustahil: Cinta yang Tak Mungkin Terwujud
"Crita iki, crita mustahil nggo aku."
Di titik ini, lagu menegaskan bahwa hubungan yang mereka jalani sudah berakhir dan tak mungkin kembali seperti dulu. Ungkapan crita mustahil mencerminkan kekecewaan sekaligus kesadaran bahwa tak semua harapan bisa menjadi kenyataan. Ini adalah refleksi bahwa dalam kehidupan, ada cerita-cerita yang hanya akan menjadi kenangan, bukan kenyataan.
5. Pengejaran Kebahagiaan untuk Orang Lain
"Karep ati masthekne kabeh senengmu, ning sandhingmu, ra bakal ngilang."
Bagian ini menunjukkan keikhlasan penuh. Tokoh lirik rela tidak bersama dengan orang yang ia cintai, asalkan orang tersebut bahagia. Ini adalah bentuk cinta altruistik—cinta yang lebih mementingkan kebahagiaan orang lain daripada dirinya sendiri. Dalam konteks budaya Jawa, konsep ini dikenal sebagai tulung tinulung dan tata krama, di mana seseorang harus rela berkorban demi kebahagiaan orang lain.
6. Makna Kembang Mimpi dan Kehilangan
"Kembang ngipi saben wengi, ra nyangka luput tak nduweni."
Kata kembang ngipi (bunga mimpi) melambangkan harapan atau impian indah yang tak terwujud. Ini menggambarkan betapa tokoh lirik telah memimpikan masa depan dengan pasangannya, tetapi kini hanya menjadi mimpi kosong. Ungkapan ini menunjukkan rasa kecewa yang mendalam—ia tak menyangka bahwa harapannya untuk memiliki cinta itu kandas.
7. Harapan dalam Perpisahan: Memaafkan dan Melepaskan
"Muga lungaku nglegakne atimu."
Kalimat ini menyiratkan harapan bahwa kepergiannya justru membawa ketenangan bagi orang yang ia cintai. Ini adalah bentuk cinta yang sangat dalam dan bijaksana—melepas bukan karena benci, tetapi karena ingin yang terbaik bagi pasangan. Sikap ini sangat sesuai dengan prinsip manjing ajur ajer dalam budaya Jawa, yaitu kemampuan untuk menyatu dengan keadaan dan ikhlas menjalani perubahan.
Kesimpulan: Penerimaan dan Kedewasaan dalam Cinta
Lagu Crito Mustakim atau Crito Mustahil adalah sebuah refleksi yang mendalam tentang cinta dan kehilangan. Dengan lirik yang puitis dan emosional, Eri Pras berhasil menggambarkan dilema batin yang dialami banyak orang: antara harapan untuk bersama dan kenyataan bahwa tidak semua hubungan bisa bertahan. Pesan yang mendalam dalam lagu ini sejalan dengan nilai-nilai budaya Jawa seperti nrimo ing pandum, keikhlasan, dan cinta yang tanpa pamrih.
Lewat lagu ini, kita diajak merenungkan bahwa cinta bukan hanya soal memiliki, tetapi juga tentang menerima dan merelakan. Lagu ini adalah pengingat bahwa setiap orang punya cerita yang tidak selalu berakhir bahagia, tetapi harus tetap dijalani dengan hati yang ikhlas.