Kenapa Pasangan Wage dan Pahing Tidak Dianjurkan Oleh Orang Jawa? Ini Penjelasannya!

Dalam budaya Jawa, konsep weton tidak hanya sekadar hitungan hari lahir, tetapi memiliki makna yang lebih dalam dan simbolis. Salah satu hal menarik adalah adanya pandangan tentang pasangan wage dan pahing yang sering dianggap membawa tantangan atau cobaan. Keyakinan ini berakar dari arah keblat dan nilai neptu yang berbeda drastis, sehingga mempengaruhi pandangan masyarakat Jawa dalam menentukan pasangan atau kegiatan yang melibatkan kedua weton ini.
Keblat Weton dan Posisi Wage-Pahing
Weton dalam budaya Jawa memiliki arah keblat tertentu, yang dipercaya mempengaruhi energi serta karakteristik hari tersebut. Wage berada di arah utara, sementara pahing ada di selatan. Selain itu, legi menempati arah timur, pon di barat, dan kliwon berada di pusat atau pancer. Ketika kita melihat posisi wage di utara dan pahing di selatan, terdapat jarak simbolis di antara keduanya yang diyakini sulit dilewati.
Dalam budaya Jawa, untuk berpindah dari utara ke selatan (dari wage ke pahing), seseorang harus melewati pancer atau pusat, yang diasosiasikan dengan titik keseimbangan. Namun, perjalanan ini diyakini tidak mudah. Karena harus melewati pancer, hal ini dianggap membawa tantangan yang besar dan potensi godaan yang lebih kuat bagi orang yang terlibat dalam kombinasi wage dan pahing, terutama dalam hubungan atau keputusan besar yang melibatkan kedua hari ini.
Selisih Neptu dan Kesenjangan Energi
Setiap weton memiliki neptu atau jumlah hitungan yang menjadi dasar energi dan karakter hari tersebut. Wage memiliki neptu terendah, yaitu 4, sementara pahing memiliki neptu tertinggi, yakni 9. Selisih yang besar ini, yaitu 5, adalah yang terbesar di antara kombinasi weton lainnya. Kesenjangan energi ini dipercaya dapat menimbulkan ketidakseimbangan. Dalam konteks budaya Jawa, keseimbangan adalah prinsip penting, sehingga pasangan wage dan pahing sering kali dianggap akan menghadapi cobaan atau godaan yang lebih besar dibandingkan kombinasi weton lainnya.
Selisih neptu yang besar ini melambangkan perbedaan energi, karakter, dan potensi kehidupan yang sangat berbeda. Wage yang rendah dan pahing yang tinggi memberikan tantangan untuk mencapai titik tengah atau keseimbangan, karena masing-masing weton membawa keunikan dan kekuatan yang cenderung berlawanan. Maka dari itu, dalam memilih pasangan atau mengadakan kegiatan yang melibatkan wage dan pahing, orang Jawa lebih cenderung menghindarinya demi menghindari ketidakstabilan.
Mencari Slamet dan Menghindari Bilahi
Bagi masyarakat Jawa, keselamatan atau "slamet" adalah tujuan utama. Oleh karena itu, banyak yang mencari alternatif lain atau memilih weton yang lebih serasi agar terhindar dari bilahi atau kesialan. Namun, bagi mereka yang tetap memilih untuk melanjutkan kombinasi wage dan pahing, diperlukan komitmen kuat untuk menghadapi cobaan yang mungkin akan datang. Kekuatan dan keteguhan hati diharapkan bisa mengatasi berbagai godaan dan tantangan yang ada.
Sebagai solusi, masyarakat Jawa sering kali menggunakan sarat saranane (syarat dan doa tertentu) atau pitukon (persembahan khusus) agar tetap berada dalam lindungan keselamatan. Pitukon ini biasanya berupa doa atau ritual tertentu yang bertujuan untuk meminta perlindungan serta keseimbangan energi antara wage dan pahing. Dengan demikian, meskipun menghadapi kesulitan, mereka yang terlibat dalam kombinasi wage dan pahing masih bisa mencapai kehidupan yang selamat asalkan ada upaya untuk menjaga keseimbangan.
Kesimpulan
Kombinasi wage dan pahing dalam budaya Jawa bukan hanya sekadar perpaduan hari, melainkan membawa makna filosofis mendalam terkait arah, energi, dan keseimbangan. Dengan posisi keblat yang bertentangan dan selisih neptu yang besar, kombinasi ini dipercaya membawa tantangan yang lebih berat. Orang Jawa lebih memilih jalur yang membawa keselamatan, dengan mencari pasangan atau hari yang lebih seimbang dan serasi. Namun, bagi yang memilih tetap dengan kombinasi wage dan pahing, diperlukan kekuatan batin serta persiapan spiritual agar mampu mengatasi segala cobaan yang ada.